Oleh: H. Zaenu Zuhdi, Lc, MHI*
Pada masa modern seperti sekarang ini, adanya interaksi dua gender tidak dapat terelakkan. Baik dalam dunia pendidikan, pekerjaan, ataupun selainnya. Akan tetapi orang-orang islam sudah banyak yang terkontaminasi oleh budaya luar (negatif), dimana mereka sudah tidak memperhatikan lagi nilai-nilai syariat islam itu sendiri, seperti hubungan pra nikah yang begitu bebas tanpa batas.
Berkaitan dengan hal di atas, kami akan mengangkat sebuah hadis yang berhubungan dengan larangan khalwat antara non muhrim dengan mengadakan penelitian. tujuan pokok dari penelitian hadis ini adalah untuk meneliti kualitas hadis, baik dari segi Sanad maupun dari segi Matan, dan juga untuk mengingat kembali pesan Nabi Saw. Mengetahui kualitas Hadis adalah sesuatu yang sangat penting, sebab hal tersebut berhubungan erat dengan kelayakan hadis untuk dijadikan sebagai hujjah.
Dalam makalah ini kami telah memulai mengadakan penelitian berdasarkan teks hadis yang berbunyi:
“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia bersama muhrimnya”.
Dari teks tersebut kami telah menelitinya dengan menggunakan bantuan dari kitab Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadz al-Hadis . Kata kunci yang dipakai adalah lafadz . Dalam penelitian ini, kami dapati dalam Shahih Bukhari pada “Kitab al-Nikah” no. hadis: 4904, Shahih Muslim pada “Kitab al-Hajji” no. hadis: 424, dan Sunan Tirmidzi pada “Kitab al-Fitan” no. hadis: 2165.
Penulis akan meneliti hadis-hadis tersebut dengan sistematika pembahasan: Pertama, eksplorasi data hadis, Kedua, kritik sanad, dan ketiga, kritik matan.
A-Teks Hadis
1. Shahih Bukhari dalam Syarah al-Karmani, jilid 9, hal.166, no. hadis 4904:
Nabi Saw bersabda:“Janganlah sekali-kali seorang lelaki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia bersama muhrimnya”, lantas ada seorang laki-laki berdiri seraya berkata: Ya Rasulallah, istriku keluar menunaikan ibadah haji, sedangkan saya terkena kuwajiban mengikuti peperangan ini. Beliau bersabda: “kembalilah! Dan tunaikan haji bersama istrimu”,
2. Shahih Muslim dalam Syarah al-Sanusi, jilid 4, hal. 435, no. hadis 424:
Diriwayatkan oleh Abu Ma’bad, ia berkata: saya pernah mendengar Ibn Abbas berkata: Saya pernah mendengar Nabi Saw berpidato: “janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita saja, kecuali ia bersama muhrimya. Tiba-tiba seorang laki-laki bangkit berdiri dan berkata: Ya Rasulallah, sesungguhnya istriku bepergian untuk menunaikan ibadah haji, sedangkan aku terkena kuwajiban mengikuti peperangan ini. Beliau bersabda: “Berangkatlah dan tunaikanlah haji bersama istrimu”.
3. Sunan Tirmidzi, jilid 4, hal 404 no. hadis 2165:
Diriwayatkan oleh Ibn Umar, ia berkata: Umar berpidato kepada kami di al-Jabiyah dan ia berkata: Wahai manusia sekalian, sesungguhnya saya berdiri di tengah-tengah kamu seperti berdirinya Rasulallah Saw di tengah-tengah kami, lalu Beliau bersabda: Saya berwasiat kepadamu agar mengikuti jejak para sahabatku kemudian orang-orang mengiringi mereka, kemudian orang-orang mengiringi mereka, kemudian dusta tersebar sehingga seseorang bersumpah sedang ia tidak diminta sumpah dan seseorang menjadi saksi sedangkan ia tidak diminta menjadi saksi. Ingatlah, janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan seorang wanita melainkan yang ketiganya adalah syaitan. Tetaplah bersatu dan jauhilah perpecahan. Karena sesungguhnya syaitan beserta dua orang itu lebih jauh. Barang siapa menghendaki tempat di surga maka hendaklah ia selalu bersatu. Barang siapa yang kebaikannya dapat menyenangkannya dan kejelekannya dapat menyedihkannya maka ia adalah seorang mukmin.
B-Kritik Sanad Hadis
Di bawah ini skema sanad dari tiga hadis di atas:
Rasulallah
10 H
Ibn Abbas
70 H
Ibn Ma’bad
104 H
Amru bin Dinar
126 H
Sufyan bin Uyainah
198 H
Ibn Abi Syaibah Zuhair bin Harb Ali bin Abdullah
235 H 234 H 234 H
Imam Muslim Imam Bukhari
261 H 265 H
Rasulallah
10 H
Umar bin Khatta
23 H
Ibn Umar
73 H
Abdullah bin Dinar
127 H
Muhammad bin Suqah
Nadhar bin Ismail
182 H
Ahmad bin Mani’
244 H
Imam Tirmidzi
279 H
Sanad hadis yang terdapat dalam riwayat Imam Muslim adalah sebagai berikut:
1- Ibn Abbas
a. Nama lengkapnya: Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib al Hashimi . Wafat: 70 H
b. Guru-gurunya antara lain: Nabi Saw, Abbas bin Abd Muthalib, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Afan, Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf.
c. Murid-muridnya antara lain: Abu Ma’bad, Ali dan muhammad bin Abdullah bin Abbas, Abu Imamah bin Sahal, Sa’ad bin Musayyab, Mujahid, Ata’.
d. Derajatnya: tsiqah.
2-Abu Ma’bad
a. Nama lengkapnya: Nafidz Abu Ma’bad. Wafat: 104 H
b. Gurunya: Ibn Abbas
c. Murid muridnya: Amru bin Dinar, Yahya bin Abdullah, Abu Zubair, Sulaiman al-Ahwal, Qasim bin Abi Bazah.
d. Derajatnya: Menurut Ahmad bin Hambal, ibn Ma’in dan Abu Zar’ah: Tsiqah. Ibn Hibban: Tsiqah.
3- Amru bin Dinar
a. Nama lengkapnya: Amru bin Dinar al-Maki Abu Muhammad. Wafat: 126 H.
b. Guru-gurunya antara lain: Ibn Abbas, Abu Ma’bad, Abu Hurairah, Ibn Zubair, Jabir bin Abdullah, Ibn Amru ibn Ash
c. Murid-muridnya antara lain: Sufyan bin Uyainah, Qatadah, Ayub, Ibn Juraih, Ja’far Shadiq, Malik, Daud Abdurrahman, Ibn Qasim.
d. Derajatnya: Menurut Imam Ahmad, Ibn al-Madani: Tsiqah. Menurut Abdiurrahman bin Hakim: Tsiqah.
4- Sufyan bin Uyainah
a. Nama lengkapnya: Sufyan bin Uyainah bin Ali Imran abu Muhammad al-Kufi. Wafat: 198 H
b Guru-gurunya antara lain: Amru bin Dinar, Abdul Malik bin Umair, Abu Ishaq al-Sabi’I, Aswad bin Qais, Ishaq bin Abdullah.
c. Murid muridnya antara lain: Ibn Abi Syaibah, Zuhair bin Harb, Ibn Juraij, al-A’masyi, Muhammad bin Idris .
d. Derajatnya: menurut al Madani: Tsiqah. Al ‘Ajli Kufi: Tsiqah Tsubut.
5- Ibn Abi Syaibah
a.Nama lengkapnya: Abu Bakar bin Ahmad bin Abi Syaibah Ibrahim bin usman. Wafat; 235 H.
b. Guru-gurunya antara lain: Sufyan bin Uyainah, Abdullah bin Idris, Ibn Mubarak, Abu bakar bin Abbas, Jarir bin Abd Hamid.
c. Murid- muridnya antara lain: Imam Bukhari, Imam Muslim, Dawud, Ibn Majah.
d. Derajatnya: Menurut al-‘Ajli: Tsiqah. Menurut Abu Hatim dan Ibn Kharazh: Tsiqah
6- Zuhair bin Harb
a.Nama lengkapnya: Zuhair bin Harb bin Syaddad al-Harsy abu Khasyamah. Wafat: 234 H.
b.Guru-gurunya antara lain:, Sufyan bin Uyainah, Hafas bin Ghiyas, Humaid bin Abd Rahman, Jarir bin Abdul Hamin.
c. Murid-muridnya antara lain: Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah.
d.Derajatnya: Menurut Abu Hatim: Shaduq. Ali bin Junaid: Dapat diterima. Ibn Main: Tsiqah.
7- Imam Muslim
a.Nama lengkapnya: Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi Abul Husain an-Naisaburi. Wafat: 261 H
b.Guru-gurunya antara lain: Zuhair bin Harb, Ibn Abi Syaibah, Ahmad bin Yunus, Ismail bin Uwais, Daud bin Amru.
c. Murid-muridnya antara lain: Ahmad bin salamah, Ibrahim bin Abu Thalib, Abu Amru al-Kharaf.
Derajatnya: Menurut Abi Hitam: Tsiqah, al-Jarudi berkata: Ia sangat banyak mengetahui hadis. Ibn Qasim: Tsiqah.
Sanad hadis yang terdapat dalam riwayat Imam Bukhari adalah -seperti yang telah disebutkan di atas selain Ibn Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb- sebagai berikut:
1- Ali bin abdullah
a. Nama lengkapnya: Ali bin Abdullah bin Ja’far, bin Najih Assa’adi. wafat: 234 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Sufyan bin Uyainah, Hamad bin Zaid, Hatim bin Wardan, Khalid bin Haris, Abi Dlamrah.
c.Murid-muridnya antara lain: Imam Bukhari, Abu Dawud, Tirmizi, Nasai dan Ibn Majah.
d.Derajatnya: Abu Hatim berkata: Ali adalah orang yang sangat mengerti hadis. Ibn Main berkata: Ia banyak sekali meriwayatkan hadis. Derajatnya Tsiqah.
2-Imam Bukhari
a.Nama lengkapnya: Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah al-Bukhari. Wafat: 256 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Ali bin Abdullah, Ubaidillah bin Musa, Muhammad bin Abdullah al-Ansari, Abi ‘Asyim an-Nabil, Abi Mughirah.
c.Murid-muridnya antara lain: Imam Musli, Tirmidzi, Nasai, Tabrani.
d.Derajatnya: Menurut Ahmad al-Mawarzi: Ia banyak mencari hadis, mengetahui dan menghafalnya. Derajatnya Tsiqah.
Adapun sanad hadis yang terdapat dalam riwayat Imam Tirmidzi adalah sebagai berikut:
1-Umar bin Khattab
a.Nama lengkapnya: Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdul Uza bin Rayah bin Ibn Abdillah bin Qirat bin Kaab al-Quraisyi Amirul Mukminin.
b.Guru-gurunya: Nabi Saw, Abu Bakar, Ubay bin Ka’ab.
c.Murid-muridnya antara lain: Abdullah bin Umar, ‘Ashim, Hafshah, Usman, Ali, Said bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf.
d.Derajatnya: Nabi Saw bersabda: Telah ada umat sebelum kalian para pembaharu, kalau sekiranya pada umat sekarang ada pembaharu, maka Umar bin Khatablah orangnya.
2-Ibn Umar
a.Nama lengkapnya: Abdullah bin Umar bin Khatab bin Nufail al-Quraisyi. Wafat: 73 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Nabi Saw, Umar bin Khatab, Zaid, Hafshah, Abu Bakar, Usman bin Affan, Ali.
c.Murid-muridnya antara lain: Abdullah bin Dinar, Hamzah bin Abdullah, ubaidilah, Abu Bakar bin Ubaidillah, Muhammad bin Zaid, Said Musayyab.
d. Derajatnya: Nabi Saw bersabda: Abdullah adalah seorang laki-laki yang shalih. Menurut al Khatib: Tsiqah. Ibn hiban: Tsiqah.
3-Abdullah bin Dinar.
a.Nama lengkapnya: Abdullah bin Dinar Abdurrahman al-Madani. Wafat: 127 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Ibn Umar, Anas, Sulaiman bin Yasar, Abu Shalih al-Samman.
c.Murid-muridnya antara lain: Muhamad bin Suqah, Abdurrahman, Malik, Sulaiman bin Bilal, Abdul Aziz bin al-Majsum.
d.Derajatnya: Menurut Ibn Hiban: Tsiqah. Abu Hatim: Tsiqah. Nasai: Tsiqah. Al-Laits: Shaduq.
4- Muhammad bin Suqah
a.Nama lengkapnya: Muhammad bin Suqah al-Ghanawi Abu Bakar al-Kufi.: (tidak tercantum tahun wafatnya)
b.Guru-gurunya antara lain: Abdullah bin Dinar, said bin Jubair, Abu Shalih al-Saman, Nafi’ bin Jubair bin Muth’am, Ibrahim Nakha’I, Anas.
c.Murid-muridnya antara lain: Nadlru bin Ismail, Malik bin Mughawal, al-Tsauri, Ibn Mubarak, Abu Muawiyah, Abdurrahman bin Muhamad al-Muharibi.
d.Derajatnya: Menurut Abu Hatim: Shalih al-Hadis. Nasai: Tsiqah. Ibn Hiban: Tsiqah.
5-Nadlru bin Ismail
a.Nama lengkapnya: Nadlru bin Ismail bin Hazim Abul Mughirah al-Kufi. Wafat: 182 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Muhammad bin Suqah, Ismail bin Abi Khalid, al-A’masyi, Mas’ar, Husain bin Ubaidillah.
c.Murid-muridnya antara lain: Ahmad bin Mani’, Ahmad bin Hambal, Ubaidillah bin muhamad an-Nufaili, Zakariya bin Uday, Abu Ubaidil Qasim bin Salam.
d.Derajatnya: Menurut Ahmad bin Hambal: Hafalannya tidak kuat. Ibn Main berkata: ia tidak masalah. Al-Ajli: Tsiqah. Ibn Syuwaibah: ia Shaduq Dhaif al-hadis. Nasai: Tidak kuat hafalannya. Dar al-Qurthni: ia Shalih.
6-Ahmad bin Mani’
a.Nama lengkapnya: Ahmad bin Mani’ bin Abdurrahman Abu Ja’far al-Hafidz. Wafat: 244 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Nadlru bin Ismail, Ibn Ainah, Ibn ‘Ilyah, Hisyam, Ibn Abi Hazim, Warwan bin Syuja’.
c.Murid-muridnya antara lain: Imam Bukhari, Tirmidzi, Ishaq bin Ibrahim, Ibn Shaid, Ibn Huzaimah.
d.Derajatnya: Menurut Nasai: Tsiqah. Ibn Hiban: Tsiqah. Ibn Qayim: Tsiqah.
7- Imam Tirmidzi
a.Nama lengkapnya: Muhamad bin Isa bin Surah bin Musa bin Dhahaq Abu Isa at-Tirmidzi. Wafat: 279 H.
b.Guru-gurunya antara lain: Ahmad bin Mani’, Abu Bakar bin Nafi’, Yahya bin Musa.
c.Murid-muridnya antara lain: Abu Hamid Ahmad bin Abdullah, ibn Dawud, Hisyam bin Kulaib al-Syami, Muhamad bin MahbubAbul Abbas, Ahmad bin Yusuf.
d.Derajatnya: Menurut Ibn Hiban: Tsiqah, al-Khalili: Tsiqah, Abul Qasim: Tsiqah.
Dari keterangan di atas dapat dijumpai bahwa seluruh Rawi yang meriwayatkan hadis Shahih Bukhari dan Muslim adalah Tsiqah, dan dapat diambil kesimpulan bahwa sanad hadis di atas adalah Shahih. Adapun sanad hadis yang terdapat dalam riwayat Imam Tirmidzi ada seorang yang tidak kuat hafalannya menurut sebagaian Ulama, nama Rawi itu adalah Nadlru bin Ismail.
C-Kritik Matan Hadis
Di dalam teks-teks di atas terkandung larangan berkhalwat (menyendiri) dengan laki-laki ataupun perempuan lain yang bukan mahram, karena dikhawatirkan setan akan menjerumuskan keduanya kedalam fitnah. Karena tidak sekali-kali seorang laki-laki menyendiri dengan seorang perempuan melainkan setan sebagai orang ketiga. Akan tetapi, bila wanita yang bersangkutan ditemani oleh seorag mahramnya, baik mahram karena nasab ataupun karena lainnya, maka bukan khalwat lagi namanya bila ia berada diantara lelaki lain. Dan termasuk ke dalam pengertian khalwat, melakukan suatu perjalanan dengan seorang wanita, tanpa memandang apakah perjalanan itu berjarak dekat ataupun berjarak jauh. Untuk itu seorang wanita tidak boleh bepergian kecuali dengan mahramnya karena menimbang makna hadis di atas, yaitu dikhawatirkan akan terjadi fitnah.
Nabi Saw memerintahkan kepada suami untuk berangkat bersama istrinya jika istrinya akan menunaikan ibadah haji. Perintah ini hanya sebagai anjuran belaka, buksn wajib; dan si suami tidak boleh melarang istrinya untuk menunaikan ibadah haji “fardhu”, karena hal tersebut merupakan ibadah yang telah di gariskan oleh Allah. Sedangkan menurut kaidah, tidak ada ketaatan kepada makhluk untuk berbuat maksiat terhadap khaliq. Kedudukan mahram dalam keadaan tertentu dapat diganti dengan orang lain bersama rombongan yang dapat dipercaya.
Berdasarkan kandingan dari Hadis di atas, penulis tidak menemukan kecelaan ataupun kejanggalan. Oleh karena itu penulis dapat mengatakan bahwa hadis riwayat Bukhari dan muslim adalah haids Shahih sanad dan matannya, sementara hadis yang diriwayatkan oleh Tirmidzi adalah hadis hasan shahih. Kami katakan “hadis hasan”, karena dalam perawi sanadnya ada yang lemah ingatan, disamping juga terangkat oleh hadis yang lain.
Fiqih Hadis:
1-Hukunya haram berkhalwat (menyendir) dengan wanita lain yang bukan muhrimnya.
2-Wanita dilarang melakukan perjalanan tanpa ditemani mahramnya. Madzhab Hambali dan Syafi’i mengatakan bahwa seorang wanita tidak boleh bepergian untuk tujuan apapun, sekalipun untuk melakukan ibadah haji bila tidak ditemani oleh suami atau mahramnya.
Madzhab Hanafi mengatakan bahwa wanita tidak boleh melakukan perjalanan selama tiga hari atau lebih kecuali bila ditemani oleh mahramnya. Namun ia diperbolehkan melakukan perjalanan yang kurang dari tiga hari tanpa mahram atau tanpa suami, dengan syarat, keadaannya aman dari fitnah.
Madzhab Maliki mengatakan bahwa wanita tidak boleh melakukan bepergian selama sehari semalam kecuali bila ditemani oleh mahramnya ataupun bersama jamaah yang dapat dipercaya, baik terdiri atas kaum laki-laki ataupun kaum perempuan.
3-Ibadah haji wanita sah, sekalipun ia berangkat tanpa mahram; tetapi ia dianggap telah melakukan maksiat karena berangkat sendirian ataun tanpa izin suami.
Daftar Pustaka
A.J. Wensinck, al-Mu’jam al-Mufahras Li al-Fadz al-Hadis al-Nabawi, Leiden: ES. Brill, 1943.
al-Karmani, Syarh Shahih al-Bukhari, vol. 9. Bairut: Dar al-Fikr, t.t..
Al-Sanusi, Syarh Shahih Muslim, vol. 4. Bairut: Dar al-Kutub, 1994.
Atturmudzi, Sunan al-Turmudzi. Bairut: Dar al-Fikr, 1988.
al-Asqalani, Tadzib al-Tdzhib, vol. 5 (Kairo: Dar al-Kitab, 1993), 276
Abbas al-Maliki, Alawi. Ibanat al-Ahkam Syarh Bulugh al-Maram. Bandung: Sinar baru, 1994.
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillathu. Bairut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 2002.
*Penulis a
al-Karmani, Syarh Shahih al-Bukhari, vol. 9. Bairut: Dar al-Fikr, t.t..
Al-Sanusi, Syarh Shahih Muslim, vol. 4. Bairut: Dar al-Kutub, 1994.
Atturmudzi, Sunan al-Turmudzi. Bairut: Dar al-Fikr, 1988.
al-Asqalani, Tadzib al-Tdzhib, vol. 5 (Kairo: Dar al-Kitab, 1993), 276
Abbas al-Maliki, Alawi. Ibanat al-Ahkam Syarh Bulugh al-Maram. Bandung: Sinar baru, 1994.
Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillathu. Bairut: Dar al-Fikr al-Mu’ashir, 2002.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar