Rabu, 15 Desember 2010

Tujuan Kritik Hadis serta Hasil Penelitiannya (Di Mata Orientalist)

1. Defenisi Kritik

      Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata naqd atau dari kata tamyiz yang diartikan; sebagai usaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan kebenaran ktitik disini bukanlah seperti yang disampaikan para Orientalis pada pembahasan sebelumnya , tapi kritik disini sebagai upaya mengkaji hadis Rasulallah saw untuk menentukan hadis yang benar-benar datang dari Nabi Muhammad SAW.
     Pengertian kritik dengan menggunakan kata naqd mengidentifikasikan bahwa kritik studi harus dapat membedakan yang baik dan yang buruk, sebagai pengimbang yang baik, ada timbal balik menerima dan memberi, terarah pada sasaran yang dikritik. Adanya unsur perdebatan yang berarti mengeluarkan pemikiran masing-masing . Dengan demikian, pengertian kritik harus bertujuan untuk memperoleh kebenaran yang tersembunyi.


 Definisi kritik hadis menurut istilah.

1. "Ilmu kritik hadis menurut Muhammad Tahir al-Jawaby adalah ketentuan terhadap para periwayat hadis baik kecacatan atau keadilannya dengan menggunakan ungkapan-ungkapan tertentu yang dikenal oleh ulama-ulama hadis. Kemudian meneliti matn hadis yang telah dinyatakan sahih dari aspek sanad untuk menetukan keabsahan atau ke-dhaifan matn hadis tersebut, mengatasi kesulitan pemahaman dari hadis yang telah dinyatakan sahih, mengatasi kontradisi pemahaman hadis dengan pertimbangan yang mendalam "

2. "Definisi kritik menurut Muhammad Mustafa Azami hadis adalah membedakan (al-Tamyis) antara hadis-hadis sahih dari hadis-hadis da'if dan menetukan kedudukan para periwayat hadis tentang kredibilitas maupun kecacatannya"
Menurut Imam Muslim, yang hidup pada abad ke 3 H, menamakan bukunya dengan al-Tamyiz, yang isi pembahasannya adalah metodologi kritik hadis. Sebagian Ulama hadis di abad ke-2 H juga telah menggunakan kata al-naqd di dalam karya mereka, namun mereka tidak menampilkannya di dalam buku mereka tersebut. Mereka justru memberi judul bagi karya yang membahas mengenai kritik hadis ini dengan nama al-Jarh wa al-Ta’dil ( They named the science which deals, the knowledge of invaling and de clearing reliable in hadith).
Jika melihat definisi diatas maka sebenarnya kritik sudah ada pada zaman Nabi Muhammad, pengertian kritik pada masa ini hanya bersifat konfirmatif untuk memperkuat kebenaran informasi yang diterima. Metode sederhana yang ada pada Nabi menjadi landasan dasar dalam perkembangan ilmu kritik hadis yang sistematis.
Dalam tahapan ini, aktivitas kritik hadis tersebut masih terbatas pada upaya mendatangi Rasululah dalam membuktikan kebenaran suatu riwayat yang disampaikan oleh Sahabat yang berasal dari beliau. Pada tahapan ini juga, kegiatan konfirmasi dan suatu proses konsolodasi agar hati menjadi tenteram dan mantap, bukan karena tidak mempercayai pemberitaan sahabat, sebab sahabat dalam pandangan ulama hadis tidak bersifat pembohongan dan tidak saling membohongi antara satu terhadap yang lannya
Jadi, mustahil jika hadis-hadis Rasulullah adalah suatu cerita menarik tetapi bohong (anekdot), sulit dipercaya,dan lain-lain sebagainya seperti yang dilontarkan para kaum Orientalis. Karena untuk menjadikan hadis itu menjadi informasi yang akurat dan terpercaya sebagai landasan Islam setelah al-Quran tepatnya dijadikan hujjah didalamnya ada kebohongan setelah dilakukan penelitian.

2. Obyek Penelitian Hadis

kritik Sanad Hadis

Bagian-bagian penting dari sanad yang diteliti adalah nama perawi, lambang-lambang periwayatan hadis, misalnya; sami’tu, akhbarāni, ‘an dan annă.. selain itu sanad harus mempunyai ketersambungan, yaitu perawi harus berkualitas siqat (‘adil dan dhabit), masing-masing perawi menggunakan kata penghubung adanya pertemuan, diantaranya; sami’tu, hadatsana, hadatsani, akhbirni, qala lana, dhakaran
Pada umumnya para ulama dalam melakukan penelitian hanya berkosentrasi pada dua pertanyaan, Pertama, apakah perawi tersebut layak dipercaya, atau kedua, apakah perawi tersebut tidak pantas dipercaya .
Untuk meneliti isnad/sanad diperlukan pengetahuan tentang kehidupan, pekerjaan dan karakter berbagai pribadi yang membentuk rangkaian yang bervariasi dalam mata rantai isnad yang berbeda-beda. Sanad juga untuk memahami signifikansi yang tepat dari matn, sedangkan untuk menguji keaslian hadis diperlukan pengetahuan tentang berbagai makna ungkapan yang digunakan, dan juga diperlukan kajian terhadap hubungan lafadz matn di hadis-hadits yang lain (beberapa di antaranya memilki kesamaan atau bertolak belakang dengan matn tersebut). Matn hadis yang sudah sahih belum tentu sanadnya sahih. Sebab boleh jadi dalam sanad hadis tersebut terdapat masalah sanad, sepeti sanadnya tidak bersambung atau salah satu periwayatanya tidak siqat (‘adil dan dhabit )
Studi sanad hadis berarti mempelajari rangkaian perawi dalam sanad, dengan cara mengetahui biografi masing-masing perawi, kuat dan lemahnya dengan gambaran umum, dan sebab- sebab kuat dan lemah secara rinci, menjelaskan muttasil dan munqati’nya perawi .
Dan selanjutkan akan diteruskan pada kajian matn. Pembahasan/ penelitian ini (kualitas perawi) terangkum dalam kitab/ilmu Rijal al Hadis, atau ilmu Riwayah. Lebih spesifik lagi kita bisa temukan di kitab Jarh wat Ta’dil, dan lain sebagainya. Telah bayak kitab-kitab yang berisi biografi perawi, sampai kepada ketersambungan masa hidup, dan kualits pribadi mereka (perawi).

Kritik Matn hadis

Sebagai langkah selanjutnya untuk mengadakan penelitian/kritik hadis pada bidang materi (matn) paling tidak menggunakan kriteria sebagai berikut
;
1) Ungkapanya tidak dangkal, sebab yang dangkal tidak pernah diucapkan oleh orang yang mempunyai apresiasi sastra yang tinggi fasih.
2) Tidak menyalahi orang yang luas pandanganya/pikiranya, sebab sekiranya menyalahi tidak mungkin ditakwil.
3) Tidak menyimpang dari kaedah umum dan akhlak.
4) Tidak menyalahi perasaan dan pengamatan.
5) Tidak menyalahi cendekiawan dalam bidang kedokteran dan filsafat.
6) Tidak mengandung kekerdilan, sebab syariah jauh dari sifat kerdil.
7) Tidak betentangan dengan akal sehubungan dengan pokok kaidah, termasuk sifat-sifat Allah dan Rasul-Nya.
8) Tidak bertentangan dengan sunnatullah mengenai alam semesta dan kehidupan manusia.
9) Tidak mengandung sifat naif, sebab orang berakal tidak pernah dihinggapinya.
10) Tidak menyalahi al-Qur'an dan al-sunnah
.
11) Tidak bertentangan dengan sejarah yang diketahui umum mengenai zaman Nabi.
12) Tidak menyerupai mazdhab rawi yang ingin benar sendiri.
13) Tidak meriwayatkan suatu keadilan yang dapat disaksikan orang banyak, padahal riwayat tersebut hanya disaksikan oleh seorang saja.
14) Tidak menguraikan riwayat yang isinya menonjilkan kepentingan pribadi.
15) Tidak mengandung uraian yang isinya membesar-besarkan pahala dari perbuatan yang minim dan tidak mengandung ancaman besar terhadap perbutan dosa kecil .

     Lebih sederhana lagi kriteria ke shahihan hadis adalah sepeti yang dikemukakan oleh Al-Khatib Al-Baqdadi (w.463 H/1072 M) bahwa suatu matn hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matn hadis yang shahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut;

1) Tidak bertentangan dengan akal sehat

2) Tidak bertentangan dengan al-Qur'an yang telah muhkam

3) Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir

4) Tidak bertentangan dengan amalan yang telah disepakati ulama masa lalu

5) Tidak bertentanga dengan dalil yang telah pasti, dan

6) Tidak bertentangan dengan hadis Ahad yang kualitas keshahihannya kuat .

3. Tujuan Kritik Hadis

       Adapun tujuan krirtik hadis adalah untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti. Kualitas hadis sangat perlu diketahui dalam hubungannya dengan kehujjahhan hadis yang bersangkutan, hadis yang tidak memenuhi syarat itu diperlukan karena hadis merupakan salah satu sumber ajaran Islam. Peggunaan hadis yang tidak memenuhi syarat akan dapat mengakibatkan ajaran Isalam tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
Sanad merupakan hal penting dalam hadis, Muhammad bin Sirin (w110H / 728 M) menyatakan bahwa “sesungguhnya pengetahuan hadis adalah agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agama itu. Artinya, dalam mengahadapi hadis maka sangat penting diteliti terlebih dahulu para periwayat yang terlibat dengan sanad.
       Begitupula halnya dengan matn hadis perlu adanya kritik dengan melakukan penelitian, biasanya ilmu yang membahas hal tersebut terangkum dalam ilmu jarh wat Ta’dil.

4. Hasil Penelitian Hadis 
 
1. Hasil penelitian yang telah dikemukan oleh ulama pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad. Suatu hasil ijtihad tidak telepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah, jadi hadis tertentu yang dinyatakan berkualitas sahih oleh seorang ulama hadis masih terbuka kemungkinan ditemukan kesalahan, walau dilakukan penelitian lebih cermat.
2. Pada kenyataan tidak sedikit hadis dinilai shahih oleh ulama tertentu, tetapi dinilai tidak shahih oleh ulama tertentu lainnya. Padahal suatu berita itu tidak terlepas dari dua kemungkinan yakni benar atau salah. Dengan begitu, penelitian kembali masih perlu dilakukan minimal untuk mengetahui sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian tersebut.
3. Pengetahuan manusia berkembang dari masa kemasa perkembangan pengetahuan itu suadah selayaknya dimanfaatkan untuk melihat kembali hasil-hasil yang telah lama ada.
4. Ulama hadis adalah manusia biasa yang tidak terlepas dari salah karenanya tidak mustahil bila hasil penelitian yang telah merekak kemukakan masih dapat ditemukan kesalahan setelah dilakukan penelitian.
5. Penelitian hadis mencakup penelitian sand dan matn. Dalam penelitian sanad pada dasarnya yang diteliti adalah kualitas pribadi dan kapasitas intelektual para periwayat yang terlibat dengan sanad , disamping itu metode periwayatan yang digunakan masing-masing periwayat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar